Jakarta ( MilnNas ) - Sepanjang ada kesamaan kepentingan, hubungan antar negara bertetangga dipastikan bakal harmonis. Tapi lain halnya bila antar dua negara punya kepentingan yang jauh berbeda, bahkan satu sama lain saling berseberangan atas suatu isu. Bisa jadi yang muncul adalah konflik, seperti yang kita lihat di sengketa kepulauan laut Cina Selatan.
Dalam konteks kekinian, Indonesia pun punya sisi rawan pada hubungan bertetangga, khususnya dengan Australia, Malaysia, dan Singapura. Berlandaskan kepentingan nasional, hubungan Indonesia dengan ketiga negara tersebut kerap melalui phase pasang surut. Nah, bicara lebih detail pada potensi konflik, banyak pengamat memberikan analisis, bawah sampai 10 tahun kedepan Indonesia tidak akan menghadapi perang terbuka. Mungkin bisa kita amini hasil analisa tersebut, tapi pada kenyataan potensi konflik berskala kecil mudah meletup seketika.
Dengan Malaysia, masih terbuka terjadinya ‘keributan’ di seputaran blok Ambalat, belum lagi pada masalah patok di perbatasan Kalimantan, dan isu penyiksaan tenaga kerja. Dengan Singapura, masalah sentimen bisa mencuat seputar reklamasi, batas wilayah, dan perijinan terbang. Dengan Australia, isu manusia perahu bisa menjadi bom waktu, belum lagi ada ‘kenangan’ pahit saat lepasnya Timor Timur dari NKRI. Bicara tentang konflik ringan yang sifatnya lokal, skenario yang paling mudah jadi kenyataan adalah gesekan di laut dan terjadinya duel di udara. Gesekan di laut sudah ada buktinya, yakni pada kasus saling serempet pada tahun 2005, antara kapal perang TNI AL dan TLDM (AL Malaysia) di blok Ambalat. Duel di udara juga nyaris terjadi antara Hawk 200 TNI AU dengan F/A-18 Hornet RAAF (Australia) pada 16 September 1999.
Mengingat setiap konflik lokal bisa berubah menjadi konflik militer terbuka, di skenario kan yang nantinya mengambil peran strategis adalah alutsista papan atas yang memegang peranan penting. Bila di laut yang akan beraksi adalah frigat, korvet, dan kapal selam. Maka pada matra udara yang jadi andalan adalah jet tempur lapis pertama. Keberadaan jet tempur lapis pertama inilah yang diyakini akan membuka serangan awal dan menentukan jalannya pertempuran. Jagoan TNI AU saat ini adalah Sukhoi Su-27SKM dan Su-30MK2. Sementara jagoan AU Malaysia adalah Sukhoi Su-30MKM, sementara jet tempur andalan Negeri Kangguru adalah F/A-18 Super Hornet, dan jawara jet tempur Singapura adalah F-15SG Eagle.
Polling Indomiliter
Harus diakui, kerjasama militer antar matra di ketiga negara lumayan erat saat ini, terutama dengan Australia dan Singapura. Tapi kembali lagi, bukan tak mungkin antar jawara angkasa keempat negara bertetangga ini akan bertemu, bukan dalam sesi latihan tempur, melainkan dalam aksi nyata dog fight di udara. Tanpa berharap terjadinya perang, Indomiliter.com sejak 3 sampai 13 Oktober 2013 telah menggelar polling dengan tema “Siapakah Lawan Tanding Terberat Su-27/30 Flanker TNI AU?” Lewat pola one IP one vote, terjaring 342 responden.
Dari hasil polling, menjadi lawan terberat Sukhoi TNI AU ternyata adalah F-15SG RSAF (Republic of Singapore Air Force). F-15SG dipilih oleh 142 responden (41,52%). Dipilihnya F-15SG sebagai lawan tanding terberat Sukhoi Su-27/30 tak lain karena keduanya punya misi utama pada air superiority, sehingga dalam benak banyak orang kedua jet tempur merupakan lawan tanding yang benar-benar sepadan. Jet tempur buatan Boeing ini sudah battle proven, Singapura memiliki 24 unit F-15SG yang ditempatkan di lanud Paya Lebar.
Kemudian, peringkat kedua lawan tanding Sukhoi TNI AU adalah F/A-18 Super Hornet RAAF (Royal Australian Air Force). Jet tempur ini dipilih oleh 107 responden (31,29%). Kedua jet tempur ini pun sudah pernah berlatih olah tempur bersama dalam Pitch Black 2012 di lanud Tindal dan Darwin. Jet tempur multirole yang ideal dilepaskan dari kapal induk ini sudah tergolong battle proven, dan RAAF total memiliki 24 unit F/A-18 Super Hornet.
Lawan tanding ketiga Sukhoi TNI AU tak lain tipe jet tempur yang sama, meski hanya beda versi. Yakni Sukhoi Su-30MKM TUDM (Tentara Udara Diraja Malaysia) yang dipilih 93 responden (27,19%). Malaysia total memiliki 18 unit Su-30MKM, antara Sukhoi Indonesia dan Malaysia punya kecanggihan yang setara, meski dalam hal kelengkapan senjata, Malaysia sudah jauh lebih dulu dipersenjatai, sementara Sukhoi TNI AU masih terbilang baru dalam kelengkapan senjata, termasuk hadirnya rudal Vympel R-27 dan Kh-31P. Perlu juga dicermati, Malaysia terbilang padat jet tempur di lapisan pertama, Negeri Jiran ini juga punya F/A-18 Hornet dan MiG-29 Fulcrum.
Sebagai catatan, keempat jawara jet tempur milik Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Australia sama-sama menggunakan dua mesin jet, punya kemampuan isi bahan bakar di udara, dan predikat duel di udara yang relatif setara, begitu pula dengan dukungan persenjataan yang menyertai. Australia dan Singapura bahkan punya rencana strategis yang sama dalam pengadaan jet tempur. Kedua negara sekutu AS ini telah mencanangkan untuk mengadopsi jet tempur F-35 Lightning II buatan Lockheed Martin. Bahkan, Australia sudah memesan 100 unit stealth fighter F-35 yang rencananya mulai akan diterima pada tahun 2020.
Dalam konteks kekinian, Indonesia pun punya sisi rawan pada hubungan bertetangga, khususnya dengan Australia, Malaysia, dan Singapura. Berlandaskan kepentingan nasional, hubungan Indonesia dengan ketiga negara tersebut kerap melalui phase pasang surut. Nah, bicara lebih detail pada potensi konflik, banyak pengamat memberikan analisis, bawah sampai 10 tahun kedepan Indonesia tidak akan menghadapi perang terbuka. Mungkin bisa kita amini hasil analisa tersebut, tapi pada kenyataan potensi konflik berskala kecil mudah meletup seketika.
Dengan Malaysia, masih terbuka terjadinya ‘keributan’ di seputaran blok Ambalat, belum lagi pada masalah patok di perbatasan Kalimantan, dan isu penyiksaan tenaga kerja. Dengan Singapura, masalah sentimen bisa mencuat seputar reklamasi, batas wilayah, dan perijinan terbang. Dengan Australia, isu manusia perahu bisa menjadi bom waktu, belum lagi ada ‘kenangan’ pahit saat lepasnya Timor Timur dari NKRI. Bicara tentang konflik ringan yang sifatnya lokal, skenario yang paling mudah jadi kenyataan adalah gesekan di laut dan terjadinya duel di udara. Gesekan di laut sudah ada buktinya, yakni pada kasus saling serempet pada tahun 2005, antara kapal perang TNI AL dan TLDM (AL Malaysia) di blok Ambalat. Duel di udara juga nyaris terjadi antara Hawk 200 TNI AU dengan F/A-18 Hornet RAAF (Australia) pada 16 September 1999.
Mengingat setiap konflik lokal bisa berubah menjadi konflik militer terbuka, di skenario kan yang nantinya mengambil peran strategis adalah alutsista papan atas yang memegang peranan penting. Bila di laut yang akan beraksi adalah frigat, korvet, dan kapal selam. Maka pada matra udara yang jadi andalan adalah jet tempur lapis pertama. Keberadaan jet tempur lapis pertama inilah yang diyakini akan membuka serangan awal dan menentukan jalannya pertempuran. Jagoan TNI AU saat ini adalah Sukhoi Su-27SKM dan Su-30MK2. Sementara jagoan AU Malaysia adalah Sukhoi Su-30MKM, sementara jet tempur andalan Negeri Kangguru adalah F/A-18 Super Hornet, dan jawara jet tempur Singapura adalah F-15SG Eagle.
Polling Indomiliter
Harus diakui, kerjasama militer antar matra di ketiga negara lumayan erat saat ini, terutama dengan Australia dan Singapura. Tapi kembali lagi, bukan tak mungkin antar jawara angkasa keempat negara bertetangga ini akan bertemu, bukan dalam sesi latihan tempur, melainkan dalam aksi nyata dog fight di udara. Tanpa berharap terjadinya perang, Indomiliter.com sejak 3 sampai 13 Oktober 2013 telah menggelar polling dengan tema “Siapakah Lawan Tanding Terberat Su-27/30 Flanker TNI AU?” Lewat pola one IP one vote, terjaring 342 responden.
Dari hasil polling, menjadi lawan terberat Sukhoi TNI AU ternyata adalah F-15SG RSAF (Republic of Singapore Air Force). F-15SG dipilih oleh 142 responden (41,52%). Dipilihnya F-15SG sebagai lawan tanding terberat Sukhoi Su-27/30 tak lain karena keduanya punya misi utama pada air superiority, sehingga dalam benak banyak orang kedua jet tempur merupakan lawan tanding yang benar-benar sepadan. Jet tempur buatan Boeing ini sudah battle proven, Singapura memiliki 24 unit F-15SG yang ditempatkan di lanud Paya Lebar.
Kemudian, peringkat kedua lawan tanding Sukhoi TNI AU adalah F/A-18 Super Hornet RAAF (Royal Australian Air Force). Jet tempur ini dipilih oleh 107 responden (31,29%). Kedua jet tempur ini pun sudah pernah berlatih olah tempur bersama dalam Pitch Black 2012 di lanud Tindal dan Darwin. Jet tempur multirole yang ideal dilepaskan dari kapal induk ini sudah tergolong battle proven, dan RAAF total memiliki 24 unit F/A-18 Super Hornet.
Lawan tanding ketiga Sukhoi TNI AU tak lain tipe jet tempur yang sama, meski hanya beda versi. Yakni Sukhoi Su-30MKM TUDM (Tentara Udara Diraja Malaysia) yang dipilih 93 responden (27,19%). Malaysia total memiliki 18 unit Su-30MKM, antara Sukhoi Indonesia dan Malaysia punya kecanggihan yang setara, meski dalam hal kelengkapan senjata, Malaysia sudah jauh lebih dulu dipersenjatai, sementara Sukhoi TNI AU masih terbilang baru dalam kelengkapan senjata, termasuk hadirnya rudal Vympel R-27 dan Kh-31P. Perlu juga dicermati, Malaysia terbilang padat jet tempur di lapisan pertama, Negeri Jiran ini juga punya F/A-18 Hornet dan MiG-29 Fulcrum.
Sebagai catatan, keempat jawara jet tempur milik Indonesia, Malaysia, Singapura, dan Australia sama-sama menggunakan dua mesin jet, punya kemampuan isi bahan bakar di udara, dan predikat duel di udara yang relatif setara, begitu pula dengan dukungan persenjataan yang menyertai. Australia dan Singapura bahkan punya rencana strategis yang sama dalam pengadaan jet tempur. Kedua negara sekutu AS ini telah mencanangkan untuk mengadopsi jet tempur F-35 Lightning II buatan Lockheed Martin. Bahkan, Australia sudah memesan 100 unit stealth fighter F-35 yang rencananya mulai akan diterima pada tahun 2020.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar